Rabu, 20 Mei 2009

Asuhan Keperawatan Pasien Pre Operasi Sectio Cesarea

A. Pengkajian dasar data klien

Ø Sirkulasi

Hipertensi, perdarahan vagina mungkin ada.

Ø Integritas ego

Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi dengan tanda kegagalan dan/ atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita.

Ø Makanan/ cairan

Nyeri epigastrik, gangguan penglihatan, edema (tanda-tanda hipertensi karena kehamilan)

Ø Nyeri/ ketidaknyamanan

Distosia, persalinan lama/ fungsional, kegagalan induksi, nyeri tekan uterus mungkin ada.

Ø Keamanan

Penyakit hubungan seksual aktif (misal: herpes). Inkompabilitas Rh yang berat. Adanya komplikasi ibu seperti diabetes, penyakit ginjal, jantung, atau infeksi asenden = trauma abdomen pranatal. Prolaps tali pusat, distres janin. Ancaman kelahiran janin premature. Presentasi bokong dengan versi sefalik eksternal yang tidak berhasil. Ketuban telah pecah selama 24 jam atau lebih lama.

Ø Seksualitas

Kehamilan multipel atau gestasi (uterus sangat distensi)

Melahirkan sesarea sebelumnya, bedah uterus atau serviks sebelumnya. Tumor/ neoplasma yang menghambat pelvis/ jalan lahir.

Ø Pemeriksaan diagnostic

- Urinalisis : Menentukan kadar albumin atau glukosa.

- Kultur : Mengidentifikasi adanya virus herpes simpleks tipe II.

- Pelvimetri : Menentukan CPD

- Amniosentesis : Mengkaji maturnitas paru janin

B. Diagnosa dan Rencana Keperawatan

1. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi, tingkat pengetahuan pasien pada tindakan operasi. Kemungkinan dibuktikan dengan peningkatan ketegangan maternal dan janin.

Tujuan :

a) mengungkapkan rasa takut pada keselamatan klien dan bayi.

b) Mendiskusikan perasaan tentang kelahiran cesarean

c) Tampak benar-benar rileks

Rencana :

a) Kaji respon psikologis pada kejadian dan ketersediaan system pendukung

Rasional : semakin klien merasakan ancaman, semakin besar tingkat ansietas.

b) Pastikan apakah prosedur direncanakan atau tidak

Rasional : Mempersiapkan psikologis ibu dan pasangan.

c) Tetap bersama klien dan menunjukkan empati

Rasional : Membantu membatasi ansietas intrapersonal.

2. Nyeri berhubungan dengan peningkatan kontraksi yang lebih lama. Kemungkinan dibuktikan dengan : melaporkan nyeri kontraksi, kram, sakit kepala, wajah menahan nyeri.

Tujuan :

Mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan nyeri.

Rencana :

a) Kaji lokasi, sifat dan durasi nyeri. Khususnya berhubungan dengan indikasi kelahiran sesaria.

Rasional : menandakan ketepatan pilihan

b) Hilangkan factor-faktor penyebab ansietas

Rasional : ansietas yang berlebihan dapat menyebabkan ketidaknyamanan.

c) Instruksikan teknik relaksasi

Rasional : dapat membantu mengurangi ansietas.

d) Kolaborasi dengan memberikan obat praoperatif

Rasional : Meningkatkan kenyamanan

3. Resiko tinggi harga diri rendah situasional berhubungan dengan kegagalan yang dirasakan pada kejadian hidup.

Tujuan :

a) Mengidentifikasi dan mendiskusikan perasaan negative.

b) Mengungkapkan percaya diri pada dirinya

Rencana :

a) Tentukan perasaan yang biasanya dari klien tentang diri sendiri dan kehamilan.

Rasional : Mendiagnosa perubahan konsep diri berdasarka pengetahuan persepsi diri.

b) Anjurkan pengungkapan perasaan dan pertanyaan

Rasional : Meningkatkan pemahaman dan memperjelas kesalahan konsep.

C. Implementasi

  1. Mengkaji nyeri
  2. Mengajarkan tekhnik relaksasi
  3. Jelaskan mengenai prosedur operasi yang jelas serta resiko yang akan dihadapi.
  4. Memberikan informasi dan petunjuk antisipasi mengenai penyebab ketidaknyamanan dan intervensi yang tepat
  5. Memberikan posisi yang nyaman pada klien termasuk mempertahankan jalan nafas dengan mengatur posisi kepala dan menghindarkan klien dari rangsangan berbahaya.
  6. Memantau dan mengkaji respon fisiologis dan tanda-tanda vital klien.
  7. Memberikan perhatian dan dukungan pada klien agar menguatkan dan mengarahkan kembali mekanisme koping yang dimiliki.
  8. Memberikan privasi pada klien dan pasangan serta mengurangi rangsangan dari lingkungan.
  9. Berkolaborasi dengan tenaga medis lain dalam mengatasi masalah klien

D. Evaluasi

  1. Klien mau membicarakan kecemasan yang dirasakannya.
  2. Klien dapat mengurangi kecemasannya setelah mendapatkan pengetahuan tentang operasi yang akan dijalani.
  3. Klien dapat menyampaikan sikap positifnya terhadap operasi yang akan dijalani.
4. Klien dapat mempertahankan nafas efektif dan melakukan relaksasi untuk mengurangi kecemasannya

Sectio Cesarea

  1. Anatomi Fisiologi

Anatomi fungsional yang dibahas pada kasus operasi sectio caesarea terdiri dari anatomi dinding perut dan otot dasar panggul.

a. Anatomi dinding perut

Dinding perut dibentuk oleh otot-otot perut dimana disebelah atas dibatasi oleh angulus infrasternalis dan di sebelah bawah dibatasi oleh krista iliaka, sulkus pubikus dan sulkus inguinalis.

Otot-otot dinding perut tersebut terdiri dari otot-otot dinding perut bagian depan, bagian lateral dan bagian belakang.

1) Otot rectus abdominis

Terletak pada permukaan abdomen menutupi linea alba, bagian depan tertutup vagina dan bagian belakang terletak di atas kartilago kostalis 6-8. origo pada permukaan anterior kartilago kostalis 5-7, prosesus xyphoideus dan ligamen xyphoideum. Serabut menuju tuberkulum pubikum dan simpisis ossis pubis. Insertio pada ramus inferior ossis pubis. Fungsi dari otot ini untuk flexi trunk, mengangkat pelvis.

2) Otot piramidalis

Terletak di bagian tengah di atas simpisis ossis pubis, di depan otot rectus abdominis. Origo pada bagian anterior ramus superior ossis pubis dan simpisis ossis pubis. Insertio terletak pada linea alba. Fungsinya untuk meregangkan linea alba.

3) Otot transversus abdominis

Otot ini berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina musculi recti abdominis. Origo pada permukaan kartilago kostalis 7-12. insertio pada fascia lumbo dorsalis, labium internum Krista iliaka, 2/3 lateral ligamen inguinale. Berupa tendon menuju linea alba dan bagian inferior vagina muskuli recti abdominis. Fungsi dari otot ini menekan perut, menegangkan dan menarik dinding perut.

4) Otot obligus eksternus abdominis

Letaknya yaitu pada bagian lateral abdomen tepatnya di sebelah inferior thoraks. Origonya yaitu pada permukaan luas kosta 5-12 dan insertionya pada vagina musculi recti abdominis. Fungsi dari otot ini adalah rotasi thoraks ke sisi yang berlawanan.

5) Otot obligus internus abdominis

Otot ini terletak pada anterior dan lateral abdomen, dan tertutup oleh otot obligus eksternus abdominis. Origo terletak pada permukaan posterior fascia lumbodorsalis, linea intermedia krista iliaka, 2/3 ligamen inguinale insertio pada kartilago kostalis 8-10 untuk serabut ke arah supero medial. Fungsi dari otot ini untuk rotasi thoraks ke sisi yang sama.

b. Otot dasar panggul

Otot dasar panggul terdiri dari diagfragma pelvis dan diagfragma urogenital. Diagfragma pelvis adalah otot dasar panggul bagian dalam yang terdiri dari otot levator ani, otot pubokoksigeus, iliokoksigeus, dan ischiokoksigeus. Sedangkan diafragma urogenetik dibentuk oleh aponeurosis otot transverses perinea profunda dan mabdor spincter ani eksternus. Fungsi dari otot-otot tersebut adalah levator ani untuk menahan rectum dan vagina turun ke bawah, otot spincter ani eksternus diperkuat oleh otot mabdor ani untuk menutup anus dan otot pubokavernosus untuk mengecilkan introitus vagina.

  1. Definisi

Sectio caesar adalah lahirnya janin, plasenta dan selaput ketuban melalui irisan yang dibuat pada dinding perut dan rahim.

Secsio sesarea adalah pebedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding rahim. Salah satu teknik pembedahan secsio sesarea adalah secsio sesarea transperitonialis profunda yaitu pembedahan dengan melakukan insisi pada segmen bawah rahim.

(Kapita selekta, 1999)

  1. Klasifikasi

a. Sectio caesarea abdominalis

1) Sectio caesarea transperitonealis

Sectio caesarea klasik atau korporal dengan incisi memanjang pada korpus uteri dan sectio caesarea ismika atau profunda dengan incisi pada segmen bawah rahim.

2) Sectio caesarea ekstraperitonealis

Yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis, dengan demikian tidak membuka kavum abdominal.

b. Sectio caesarea vaginalis

Anastesi merupakan upaya untuk menghilangkan rasa sakit dan nyeri pada waktu menjalani operasi. Teknik anastesi yang akan dibahas pada kasus sectio caesarea disini yaitu anastesi regional. Pada pembiusan regional, ibu yang menjalani persalinan tetap dalam keadaan sadar sebab yang mati rasa hanyalah saraf-saraf di bagian perut termasuk rahimnya. Pembiusan regional yang digunakan untuk operasi caesarea pada persalinan diantaranya adalah bius epidural, spinal dan kelamin. Jenis pembiusan ini dilakukan dengan memberi obat pemati rasa ke daerah tulang belakang, mengakibatkan sebatas panggul ke bawah mati rasa, tetapi ibu masih sadar selama proses pembedahan berlangsung

  1. Indikasi
    1. panggul sempit absolut, dimana panggul ibu memiliki ukuran lebih sempit dibanding normalnya (diameter diagonalisnya <>
    2. adanya hambatan dalam jalan lahir, misalnya : tumor pada jalan lahir, mioma serviks, kista ovarium pada cavum Douglassi, stenosis vagina atau leher rahim, dll.
    3. plasenta previa yaitu ari-ari yang menutupi jalan lahir, dimana normalnya terletak di dinding rahim.
    4. disporposi sepalo pelvik yaitu ketidaksesuaian antara ukuran panggul ibu dengan kepala bayi, dimana ukuran panggul ibu lebih kecil dibanding kepala bayi.
    5. gawat janin, dimana karena hal-hal tertentu terjadi penurunan kondisi umum bayi hingga ke keadaan darurat janin.
    6. ruptura uteri iminen yaitu suatu keadaan dimana terjadi ruptura (pecahnya) dinding rahim secara tiba-tiba.
    7. kepala bayi lebih besar dari normalnya, misalnya pada bayi hidrosephalus.
    8. ibu hamil menderita hipertensi, herpes genital, atau HIV-AIDS.
    9. tali pusar bayi terputus atau melilit bayi sehingga terjadi gawat janin.
    10. Letak bayi melintang atau sungsang.
    11. Proses persalinan normal berlangsung lama sehingga terjadi kelelahan persalinan atau terjadi kegagalan persalinan normal (dystosia).
    12. punya riwayat sectio caesar sebelumnya, yang sesuai dengan indikasi medis.

  1. Patofisiologi

Pada operasi sectio cesarea transperitonial ini terjadi perlukaan baik pada dinding abdomen (kulit dan otot perut) dan pada dinding uterus. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan dari luka operasi antara lain adalah suplay darah, infeksi dan iritasi. Dengan adanya supply darah yang baik akan berpengaruh terhadap kecepatan proses penyembuhan. Perjalanan proses penyembuhan sebagai berikut : (1) sewaktu incisi (kulit diiris), maka beberapa sel epitel, sel dermis dan jaringan kulit akan mati. Ruang incisi akan diisi oleh gumpalan darah dalam 24 jam pertama akan mengalami reaksi radang mendadak, (2) dalam 2-3 hari kemudian, exudat akan mengalami resolusif proliferasi (pelipatgandaan) fibroblast mulai terjadi, (3) pada hari ke-3-4 gumpalan darah mengalami organisasi, (4) pada hari ke 5 tensile strength (kekuatan untuk mencegah terbuka kembali luka) mulai timbul, yang dapat mencegah terjadi dehiscence (merekah) luka, (5) pada hari ke-7-8, epitelisasi terjadi dan luka akan sembuh. Kecepatan epitelisasi adalah 0,5 mm per hari, berjalan dari tepi luka ke arah tengah atau terjadi dari sisa-sisa epitel dalam dermis, (6) Pada hari ke 14-15, tensile strength hanya 1/5 maksimum, (7) tensile strength mencapai maksimum dalam 6 minggu. Untuk itu pada seseorang dengan riwayat SC dianjurkan untuk tidak hamil pada satu tahun pertama setelah operasi.

Komplikasi yang bisa timbul pada sectio caesarea adalah sebagai berikut : (1) infeksi puerperal yang terdiri dari infeksi ringan dan infeksi berat. Infeksi ringan ditandai dengan kenaikan suhu beberapa hari dalam masa nifas, infeksi yang berat ditandai dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi bisa terjadi sepsis, infeksi ini bisa terjadi karena karena partus lama dan ketuban yang telah pecah terlalu lama, (2) perdarahan bisa terjadi pada waktu pembedahan cabang-cabang atonia uteria ikut terbuka atau karena atonia uteria, (3) terjadi komplikasi lain karena luka kandung kencing, embolisme paru dan deep vein trombosis, (4) terjadi ruptur uteri pada kehamilan berikutnya

  1. Etiologi

Pada persalinan normal bayi akan keluar melalui vagina, baik dengan alat maupun dengan kekuatan ibu sendiri. Dalam keadaan patologi kemungkinan dilakukan operasi sectio caesarea. Adapun penyebab dilakukan operasi sectio caesarea adalah :

a. Kelainan dalam bentuk janin

1) Bayi terlalu besar

Berat bayi lahir sekitar 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayii sulit keluar dari jalan lahir.

2) Ancaman gawat janin

Keadaan gawat janin pada tahap persalinan, memungkinkan dokter memutuskan untuk segera melakukan operasi. Apalagi jika ditunjang oleh kondisi ibu yang kurang menguntungkan.

3) Janin abnormal

Janin sakit atau abnormal, misalnya gangguan Rh, kerusakan genetic, dan hidrosephalus (kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyebabkan diputuskannya dilakukan operasi.

4) Bayi kembar

Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal.

b. Kelainan panggul

Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan. Terjadinya kelainan panggul ini dapat disebabkan oleh terjadinya gangguan pertumbuhan dalam rahim (sejak dalam kandungan), mengalami penyakit tulang (terutama tulang belakang), penyakit polio atau mengalami kecelakaan sehingga terjadi kerusakan atau patah panggul.

c. Faktor hambatan jalan lahir

Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas.

  1. Pemeriksaan Diagnostik

- Ultrasonografi : Melokalisasi plasenta, menentukan pertumbuhan, kedudukan dan presentasi janin.

- Tes stres kontraksi/ tes non stres :Mengkaji respon janin terhadap gerakan/ stres dari pola kontraksi uterus/ pola abnormal.

- Pemantauan elektronik : Memastikan status janin/ aktivitas uterus.

PENCEGAHAN INFEKSI SALURAN KENCING

Latar Belakang

Infeksi saluaran kencing ( ISK ) merupakan jenis infeksi Nosokomial yang paling sering terjadi sekitar 40% dari seluruh infeksi pada rumah sakit tiap tahunnya ( Burke & Zavasky 1999 ).

Mengapa infeksi pada saluran kencing jenis infeksi nosokomial yang sering terjadi ?

1. penggunaan kateter yang relatif lebih lama

Mengapa katerisasi pada saluran kencing sering menyebabkan infeksi ?

  1. indikasi yang salah dalam katerisasi.
  2. kontaminasi saat memasukkan kateter.
  3. perawatan kateter yang salah dan penggunaan antibiotik.

Bagaimana memasukkan, melepaskan, dan mengganti kateter indwelling ( kateter yang dipakai untuk beberapa hari atau minggu ) ?

  • Prosedur Pemasangan ( insersi )

Langkah 1 : pastikan seluruh alat yang dibutuhkan dalam pemasangn kateteter tersedia

Langkah 2 : sebelum memulai prosedur :

  • Anjurkan pasien perempuan membuka labianya dan membersihkan dengan hati – hati bagian uretra dan bagian dalam labianya.
  • Anjurkan pasien laki – laki menarik kulupnya an bersihkan dengan hati – hati kepala penis dan kulup.

Langkah 3 : bersihkan tangan dengan sabun dan air bersih dan keringkan dengan handuk kering yang bersih atau udara.

Langkah 4 : kenakan sarung tangan steril atau yang telah didisinfeksi tingkat tinggi tingkat tinggi pada kedua tangan.

Langkah 5 : gunakan kateter yang ecil sesuai dengan sistem drainase yang baik.

Langkah 6 : untuk petugas kesehatan yang bertangan kanan / dominan, berdiri di sebelah kanan pasien dan sebelah kiri jika berangan kidal.

Langkah Langkah 7 : untuk pasien perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan yang tidak dominan dan bersihkan daerah uretha sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik menggunakan kuas kapas.

Langkah 8 : untuk pasien laki – laki, tarik kebelakang yang kulup dan pegang kepala penis dengan tang yang tidak dominan; kemudian bersihkan kepala penis dan saluran uretra sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik, menggunakan kuas kapas.

Langkah 9 : apabila pemasangan kateter lurus, gengam kateter sekitar 5 cm dari ujung kateter dengan tangan yang dominan dan taruh ujug lainnya pada tempat pengumpulan urin.

Langkah 10 : untuk perempuan, masukkan kateter dengan hati – hati sampai urin mengalir.

11 : untuk laki – laki, masukkan kateter dengan hati – hati sampai urin mengalir.

Langkah 12 : apabila memasng kateter indwelling tekan lagi sekitar 5 cm setelah urin keluar dan hubungkan kateter ke tabung pengumpulan urin jika tidak memakai sistem tertutup.

Langkah 13 : pada kateter indwelling, pompa balon, tarik secara hati – hati agar penolakkan terasa dan dan leaskan kateter indwelling dengan tepat pada paha ( untuk perempuan ) atau bagian bawah abdomen ( untuk laki – laki ).

Langkah 14 : untuk kateter lurus, birakan urin keluar perlaha kedalam kantong plastik pengumpulan dan kemudian cabut kateter.

Langkah 15 : taruh benda – benda kotor, termaksuk kateter lurus apabila akan dibuang masukkan ke dalam kantong plastik.

Langkah 16 : sebagai altrnatif, jika kateter lurus akan digunakan kembali, taruh pada larutan klorin 0,5 % dan rendam selama 10 menit untuk didekontaminasi.

Langkah 17 : lepaskan sarung tangan dengan cara dibalikkan dan taruh keduannya dalam tempat sampah / plastik.

Langkah 18 : cuci tangan dengan sabun dan air / larutan antiseptik.

  • Pencabuatan atau Penggantian

Langkah 1 : pastikan semua benda yang dibutuhkan dalam penggantian / pencabutan kateter indwelling tersedia.

Langkah 2 : anjurkan pasien untuk membersihkan daerah uretra ( perempuan ) atau kepala penis ( pria ) atau bantu merek membersihkannya.

Langkah 3 : bersihkan tangan dengan larutan antiseptik.

Langkah 4 : gunakan sarung tangan yang bersih pada kedua tangan.

Langkah 5 : dengan menggunakan semprit kosong kelurkan air dari kantong kateter.

Langkah 6 : untuk perempuan, pisahkan dan pegang labia terpisah dengan tangan yang tidak dominan; kemudian bersihkan daerah dekat kateter sebanyak dua kali dengan larutan antiseptik dengan memakai kuas kapas.

Langkah 7 : untuk pria, tarik belakang kulupdan pegang kepala penis dengan tangan yang tidak dominan kemudian bersihan kepala penis dan daerah dekat kateter sebanyak dua kali denganlarutan antiseptik menggunakan kuas kapas.

Langkah 8 : jika akan melepas kateter, ikti langkah 15, 17, dan 18 pada prosedur pemasangan.

Langkah 9 : jika akan mengganti kateter inwelling, ikuti langkah 5 sampai 18 pada prosedur pemasangan.

Bagaimana meminimalkan ridiko infeksi pada penggunaan kateter indwelling ?

  1. lepaskan kateter secepat mungkin
  2. sistem pengumpulan kateter harus tetap tertutup dan tidak boleh terbuka kecual benar – benar perlu untuk alasan diagnosis
  3. ingatkan pasien saat penarikkan kateter.
  4. urin yang mengalir melalui kateter harus diperiksa beberapa ali setiap hari untuk memastikan tidak tersumbat.
  5. hindari pengangkatan kantong pengumpula diaas kandung kemih.
  6. jepit kateter bila mengangkat katong pngumpulan diatas kandung kemih pasien e tempa tidur.
  7. sebelum pasien berdiri, keluarkan seluruh urin dari kateter kedalam kantong.
  8. kantong pengumpulan harus dikosongkan melalui aseptik, pegang ujung kateter sampai kebagian samping kantong pengumpulan. Ganti kantong dengan wadah baru dan bersih.
  9. apabila tabung drainase tidak tersambung, jangan menyentuh ujung kateter atau pipa. Basuh ujung kateter dan pipa dengan larutan antiseptik sebelum disambung kembali.
  10. bersihkan kepala penis dan lubang uretra ( pria ) atau jaringan sekitar uretra (perempuan) setelah buang air besar atau jika pasien inkontinensi.
  11. apabila pembuangan sering dilakuakan, kateter harus diganti.